Filsafat Pendidikan (1)

Filsafat Pendidikan merupakan penerapan disiplin Filsafat dalam bidang.  Dari segi bahasa Filsafat berasal dari kata "Philo" yg artinya Love (cinta), dan "sophia" yg srtinya kebijaksanaan (wisedom). Jd FILSAFAT dapat dimaknai sebagai "Cinta pada kebijaksanaan", Filosof (orang yg berfilsafat) adalah orang yng selalu berusaha untuk mencari serta berusaha mencapai kebijaksanaan, dan itu berarti tidak akan merasa puas dan percaya begitu saja akan apa yg dilihat, didengar, dan dirasa dalam kehidupan, namun akan terus berfikir dg menggali sampai mendalam (ke akar akarnya) agar ditemukan suatu hakekat kebenaran sebagai dasar kebijaksanaan. Oleh karena itu secara istilah, Filsafat dapat dimaknai sebagai berfikir radikal (mendalam sampai akar) dg cara rasional, sistemik, sistimatis, objektif agar dapat diperoleh pengetahuan universal yg berlaku dimanapun dan pada siapapun juga.
Bila dilihat dari aktivitasnya filsafat merupakan suatu cara berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu. Dg memperhatikan berbagai pendapat akhli. Ciri berfikir filsafat dapat dikemukakan sbb, ;
1. Rasional : mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai dengan kaidah logika)
2. Radikal :: berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada tingkatan esensi yang sedalam-dalamnya
3. Sistematis : berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam suatu keseluruhan sehingga tersusun suatu pola pemikiran Filsufis.
4. Koheren : diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang bertentangan dan tersusun secara logis
5. Komprehensif, universal : berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut (multidimensi).
6. Universal : muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada realitas kehidupan manusia secara keseluruhan
Memang diakui terdapat beberapa kesamaan ciri berfikir ilmu dan berfikir filsafat, namun berfikir ilmiah harus bersifat empiris, bisa dibuktikan dg observasi, eksperimen, dan ilmu tak mengkaji sesuatu yg mungkin ada, dan ttg hakekat sesuatunya, olehkarena itu berfikir filsafat tentu lebih mendalam, hal yg tidak bisa dijawab ilmu karena tidak empirik, filsafat memikirkannya. Jika ilmu pendidikan berbicara ttg perlunya tujuan pendidikan menanamkan keimanan dan ketakwaan karena UU mengatakan demikian, maka filsafat pendidikan berbicara apa itu keimanan ketakwaan, dan kenapa itu perlu, serta apakah pelaksanaannya sejalan dg tujuan tersebut?, kenapa negara lain tidak menjadikan imtak sebagai tujuan...dsb pertanyaan yg tak bisa dijawab ilmu pendidikan, dan disitulah filsafat pendidikan bergerak. Berfikir ilmu itu sederhananya adalah berfikir "rasional empiris faktual", sedang berfikir filsafat itu "rasional koheren logikal". Seorang ilmuwan tidak serta merta seorang filosuf, namun dlm sejarah mayoritas filosuf adalah ilmuwan pd awalnya, dan bergerak jadi filsuf ketika ilmu tak mampu memberi jawaban akan suatu soal atau masalah yg dipertanyakan, disamping juga ada yg berawal dari teolog/akhli agama. EINSTEIN adalah ilmuwan ketika bicara teori relativitas, tapi dia filsuf ketika mengatakan bahwa "Tuhan tidak sedang bermain dadu". ALGhazali akhli Agama ketika bicara "Ihya Ulumuddin", tapi dia Filsuf ketika bucara "Tahafut Alfalasifah" Ibnu Rusy adalah akhli agama/fiqh ketika bicara ttg "Budayatul Mujrahid", tapi dia Filsuf ketika bicara "Tahafut at tahafutu falasifah".
Dengan pemahaman demikian,maka berfilsafat atau berfikir filsafat bukanlah sembarang berfikir tapi berfikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin dan mendalam. Pada dasarnya manusia adalah homo sapien, hal ini tidak serta merta semua manusia menjadi Filsuf (termasuk juga Ilmuwan) sebab berfikir filsafat memerlukan latihan dan pembiasaan yang terus menerus dalam kegiatan berfikir sehingga setiap masalah/substansi mendapat pencermatan yang mendalam untuk mencapai kebenaran jawaban dengan cara yang benar sebagai manifestasi kecintaan pada kebenaran, kebijaksanaan.
Bidang2 Filsafat yg nanti akan terkait dengan pendidikan dg intensitas yg variatif perlu diketahui paling tidak secara umum. Cakupan bidang filsafat secara umum dikelompokkan ke dalam tiga bidang/cabang utama yaitu 1) METAFISIKA, 2) EPISTEMOLOGI, 3) AKSIOLOGI. 1). METAFISIKA (META = dibalik, dibelakang, FISIKA = yg berwujud, fisik) merupakan bidang/cabang Filsafat yg memperbincangkan, mengkaji tentang hakekat realitas, jika yg nyata itu ttg alam disebut kosmologi, jika yg nyata itu ttg Tuhan dusebut Teologi,  jika yg nyata itu ttg manusia disebut Antropologi, dan jika yg nyata itu ttg hakekat "ada" atau apa makna bahwa sesuatu itu "ada", disebut Ontologi. 2) EPISTEMOLOGI (EPISTEME = Tahu, Pengetahuan, LOGI = ILMU, NALAR) mengkaji ttg hakekat, sember, dan keabsahan pengetahuan, serta makna suatu kebenaran berdasar pengetahuan. 3) AKSIOLOGI (AXIOS = Nilai, logi = ilmu, nalar) mengkaji tentang nilai (etika, estetika), ini terkait persoalan ttg apa itu nilai, apa itu baik, apa itu indah?. Dunia pendidikan tentu tak bisa terlepas dari perkembangan pemikiran Filosofis tsb, meski dg intensitas berbeda. Pemikiran akan asal usul semesta dan hakekat semesta akan berefek pada pemikiran akan Tuhan, dan pemikiran ini akan berefek pada hakekat manusia serta ttg sesuatu yg ada (ontologi). Dalam bidang pendidikan bidang metafisika yg intens terkait dg pemikiran tentang hakekat manusia (antropologi) serta hakekat kenyataan, ini menjadi fokus dg intensitas tinggi karena dari sinilah hakekat pendidikan dikembangkan, baik tujuan maupun isinya. Kalau kosmologinya berpandangan bahwa alam jadi dg sendirinya, maka teologinya pasti tak mengakui adanya Tuhan, dan ini akan berefek pada tujuan pendidikan gak mungkin ada Imtak, dan isinya gak mungkin ada pendidikan agama atau akhlak yg baik. Jadi meski tak disadari benar, secara umum faktor Metafisika akan berkaitan dg pendidikan, karena pendidikan suatu masyarakat merupakan cerminan dari pemikiran yg berkembang, dipegang teguh dan mengakar di masyarakat itu sendiri, kondisi itulah yg mendorong lembaga pendidikan tetap bertahan, berkembang dan dikembangkan karena dipandang sesuai bahkan memperkuat keyakinan, sekaligus harapan masyarakat.
Jika pandangan Metafisika Kosmologi, dan Teologi seperti diatas, itu akan berefek pd pandangan manusia hanya sebagai benda fisikal, dan ontologinya akan berpandangan bahwa yang nyata itu adalah Materi, diluar materi itu tidak ada, tidak nyata. Pandangan seperti itu akan berefek juga pada pemikiran Epistemologinya. EPISTEMOLOGI sebagai cabang Filsafat yg mengkaji ttg Ilmu/pengetahuan, tentu akan mengacu pd pandangan metafisiknya, jika alam tak ada penciptanya, dan yg nyata adalah materi, maka sumber pengetahuan/ilmu hanya dari apa yg materi juga, yg bisa dibuktikan, yg dutangkap panca indra, diluar itu tidak ada dan atau tak dipandang sebagai ilmu, misalnya pengetahuan dari wahyu Tuhan tentu dipadang tak relevan dg ilmu, implikasinya bagi pendidikan adalah bahwa isi materi/kurikulum yg di berikan dlm proses pendidikan hanyalah ilmu/pengetahuan empiris, yang kebenarannya harus bisa dibuktikan secara empiris (observasi, eksperimen). Itu berarti bahwa pengetahuan ttg Agama yg melalui wahyu Tuhan tidak perlu dan tidak penting diberikan, karena tak bisa dibuktikan, dan kalau ada yg percaya maka itu hanyalah bersifat kecenderungan pribadi saja, dan tidak perlu masuk dlm proses pendidikan. Hal ini juga akan berefek pada pandangan pemikiran Axiologis, terkait nilai nilai. Kalau Tuhan tak Ada dan yang nyata itu Materi, maka etika baik buruk tidak dutentukan Tuhan, tapi mengacu pada rasio kemanfaatan fisikal/duniawi, karena bagi mereka akhir kehidupan ya di Dunia, kalau mati ya kembali lagi jadi materi di bumi, pertanggungjawaban sesudah kematian itu tak ada karna tak bisa dibuktikan, demikian juga nilai seni, yg penting indah secara rasional, tak perlu nengacu pilihannya pada ajaran Wahyu Tuhan. Apa yg dikemukakan terdahulu dg sedikit contoh merupakan bagian dari upaya pemahaman lebih cermat dan agak mendalam, bahwa sebenarnya di balik apa yg kita lakukan dlm pendidikan terdapat pandangan, pemikiran filosofis yg mendasarinya, terlepas kita menyadarinya atau tidak, semua itu akan memoles berbagai kebijakan ttg pendidikan yg sering tak dikritisi, dipertanyakan lagi, padahal kelebihan manusia itu yg utama adalah berfikir reflektif atas berbagai hal yg dilakukan khususnya dlm bidang pendidikan. Manusia bukan hanya bergerak, karna klw hanya ini gak beda dengan "Embe", tapi bergerak dg berfikir dan mempertanyakan kenapa, dan untuk apa bergerak, sampai faham dasar dan arah geraknya, PENDIDIK BUKAN MOBIL YG DI-SOPIRI ORANG LAIN MENUJU TUJUANNYA, PENDIDIK ADALAH SOPIR BAGI MOBILNYA SENDIRI UNTUK MEMBAWA PESERTA DIDIK PADA TUJUAN YG BAIK DAN MENERIMA KEBAIKAN SAAT MENUMPANGINYA. Untuk itulah kita sasieureun sabeunyeureun  ngaderes Filsafat Pendidikan, bukan tuk jadi Filosuf, atau Akhli Filsafat tapi untuk tetap memikirkan apa yg kita lakukan, untuk makin memberi makna bagi hidup dan kehidupan serta memperkaya makna pada PENG-LAMA-AN HIDUP, MENJADI PENG-ALAM-AN HIDUP YANG MENGHIDUPKAN KEHIDUPAN.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ontologi Pendidikan

Pendidikan Hati

Ibnu Khaldun tentang Pendidikan