Pendidikan Hati

Pendidikan Hati merupakan upaya sadar seseorang untuk mememahami, melaksanakan berbagai sikap, fikir dan prilaku sesuai dengan nilai kebaikan Hati (Hati Nurani) yang tertanam dari ajaran Tuhan. Hati/Qalbu menjadi esensi manusia dan kemanusiaan yg dianugrahkan Tuhan sebagai modal dasar dalam menjalani hidup dan kehidupan sesuai dengan peruntukannya, hati bisa dilihat secara fisik (dalam arti kasar), segumpal darah dlm dada manusia, sedang secara metafisik (dalam arti Halus) Hati merupakan atau bersifat Ketuhanan dan Ruhiyah, menjadi hakekat manusia yg menangkap segala pengertian, berpengetahuan dan arif, yg karena inilah kewajiban keagamaan dikenakan pada Manusia. Nabi bersabda bahwa "di dalam diri manusia ada segumpal darah yg jika dia baik, baiklah manuaia itu, dan jika jahat, jahatlah manusia it, dan itu adalah QALBU". Jadi Hati itu melingkupi kedirian manusia dalam berbagai perbuatan amalnya, dan karena itulah maka MENDIDIK HATI akan membawa perbaikan pada kepribadian dan perwujudannya dalam hidup dan kehidupan, dalam konteknini. PUASA ROMADHON menjadi periode pendidikan yang menggembleng, melatih, memperkuat masuk dan tetapnya nilai2 kebaikan dalam diri manusia melalui perubahan ruang fisik materil (berpantang), dan ruang Qalbu (memperbanyak ibadah, memperkuat keikhlasan, menahan nafsu, mengembangkan akal fikir, tafakkur, dsb), sehingga dlm satu bulan dapat memperkokoh kedirian manusia yg baik yang akan terus menghiasi periode hidup selanjutnya selama hayat, dengan mengelola Hati, mengontrolnya dan mengembangkannya semakin baik, semakin menapaki tingkat keruhanian yang makin tinggi dihadapan Tuhan (inilah MANAJEMEN QALBU).
Hati memiliki makna fisik (jantung) dan metafisik (akal keruhanian), keduanya berhubungan, hati metafisik berhubungan dengan seluruh badan dan berguna untuknya melalui hati fisik. Dalam Ajaran Agama, Kata Qalbu/Hati dimaksudkan untuk menunjukan pada suatu makna yang mana manusia bisa mengerti dan mengetahui hakikat segala sesuatu, oleh karena itu dalam pengertian ini (metafisik), Hati kadang dipersamakan dg Akal yg dimaknai sebagai mengetahui hakekat segala sesuatu (idroku syai bihaqiqotihi). Hati pada hakekatnya adalah sesuatu yang halus dan gaib yg menggunakan seluruh daya sebagai alat kelengkapannya dan pengabdiannya. Dia turun ke dunia sebagai pengembara untuk melakukan tugasnya yg kelak akan kembali ke asalnya.  Hubungan hati fisik dan hati metafisik ruhaniah, menjadikan diperlukannya instrumen2 yang dibutuhkan untuk berfungsi dinamis dalam menentukan mutu nilai hidup dan kehidupan. Terdapat instrumen2 hati yang tampak dan juga yang tak tampak. Instrumen hati yang tampak adalah aeluruh panca indra serta seluruh anggota fisik dalam dan luar, kesemua itu menuruti apa kata hati dalam melakukan fungsi tertentu. Seluruh anggota tubuh manusia akan selalu patuh pada hati metafisik (akal) dan tak akan menolaknya. Instrumen panca indra tersebut merupakan kendaraan hati dalam menjalankan perannya sebagai gambaran hakekat manusia.

Geraknya instrumen Lahir/Fisik didasari oleh instrumen batin/Metafisik/ruhiyah yang terdiri dari Instrumen AKAL FIKIR, MARAH, dan SYAHWAT. Ini merupakan instrumen yang tak nampak namun penentu seluruh aspek amalan fikiran, sikap serta amalan prilaku amaliah dalam menjalani hidup dan kehidupan. Akal merupakan instrumen penimbang dan pemutus atas suatu prilaku amaliyah, Marah meupakan intrumen penolak bahaya yg datang, sedangkan Syahwat menjadi intrumen penikmat, menarik, mengambil hal2 yg dapat memberi kepuasan, kenikmatan. Dalam menjalankan intruksi Hati/Akal, instrumen nampak dan intrumen tak nampak bekerjasama dalam mewujudkannya menjadi sesuatu yang efektif secara alamiah dan sosial.  Di dalamnya ada instrumen pendorong untuk mewujudkan sesuatu yang sesuai dengan fisiknya, yaitu syahwat, dan penolak segala sesuatu yang berbahaya dan akan membinasakan itulah Marah/Ghadab. Kedua hal ini bisa disebut kemauan/irodah dan didukung oleh kekuatan fisik yg bergerak sesuai instruksi kalbu/hati. Bergeraknya itu dibantu oleh inatrumen pencerapan/penangkapan/sensasi dan pengrnalan/pengetahuan/ilmu, yang mencakup daya fikir, daya fantasi, ingatan dan daya hafal. Jadi suatu perbuatan fisik atau non fisik merupakan gabungan berbagai kekuatan dalam siri manusia yang dikomandoi oleh Hati/kalbu sebagai kekuatan utama yang menjadi keunggulan manusia dibanding makhluk lain...BERSAMBUNG.
Kesejalanan antara hati dengan nilai2 kebaikan dengan seluruh instrumennya yang metafisik/batin yaitu Marah dan syahwat akan membawa padai baiknya hidup manusia dan sekaligus kehidupan masyarakat, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu pendidikan hati perlu terus dipertahankan dan diperkuat dengan penancapan lebih dalam akan nilai2 kebaikan. Namun demikian kehidupan fisik, kehisupan material, kesenangan, kenikmatan dll yang terus berkembang makin menarik cenderung akan menjadikan ketidak sinkronan yang membuat hati tak lagi dipatuhi atau abai (redup menuju gelap) akan gerak dan arah instrumen yang dimilikinya. Ketidak patuhan instrumen amarah dan syahwat kepada Hati akan berdampak pada prilaku, aikap dan pemikiran yang buruk, menyimpang dari jalan kebaikan, yg jika terus terjadi maka Hati kehilangan cahayanya dalam menundukan instrumen yang dimilikanya untuk tunduk pada kebenaran dan kebaikan yang ada dalam hati nurani (Hati yang bercahaya yg berkonsultasi dg akal fikir). Nafsu Marah dan nafsu Syahwat saking kuat dan lamanya membangkang sering memperbudak hati, dan ini akan membawa kebinasaan serta tak membawa hati ke asalnya dngan slamat, aman, damai dan bahagia.
Hati itu ibarat cermin, jika bersih dari kotoran maka di dalamnya akan terlihat segala sesuatu, tapi apabila dipenuhi kotoran, dan tak ada upaya untuk membersihkannya dan mengkilapkannya, maka akan dikuasai keburukan, tenggelam dalam kejahatan dan kebinasaan, hati akan mati dan hilang kemampuan menginstruksikan seluruh instrumennya untuk berfikir beramal, dan bersikap baik, benar sesuai nilai2 yg menjadi dasarnya. Dalam Hadist yg diriwayatkan Imam Ahmad,  At Tobroni dan Al Haitsami disebutkan bahwa ada empat jenis hati yaitu: 1) Hati yg bersih menerangi, inilah hati orang mukmin; 2) Hati yang Hitam dan terbalik, inilah hati oeang2 kafir; 3) Hati tertutup, inilah hatinya orang munafik, dan 4) Hati yg lebar yg didalamnya ada Iman dan Nifak. Perumpamaan iman seperti sayuran yg tumbuh disirami air yg baik, sementara Nifak itu seperti luka berdarah, bernanah. Mana yg menguasai Hati maka begitulah instruksinya pada instrumen2 hati yg dimiliki. Pendidikan Hati menuntut dibukanya hati, dan Pembukaan hati serta pembersihnya adalah Zikir, dan yg mampu melakukannya adalah orang bertakwa. Dengan demikian "Takwa adalah pintu Zikir, Zikir pintu penyingkapan kebenaran, dan penyingkapan adalah kunci kemenangan terbesar hidup.
Bila hati itu seperti cermin maka sesuatu yang terlihat dicermin merupakan realitas kebenaran tersendiri yg dapat terlihat. Ada tiga hal yg berperan untuk itu yakni 1) cerminnya itu sendiri (Hati), 2) gambaran yg ada di cermin, dan 3) realitas (benda) yg tergambar dicermin tersebut. Apabila tidak demikian dalam arti tak ada gambar dalam cermin, maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi: 1) bentuk cermin tak sempurna tidak mengkilap, 2) ada kotoran di muka cermin, 3) Posisi cermin meyimpang dari realitas bendanya, 4)  ada penghalang antara cermin dg realitas bendanya, dan 5) posisi bendanya tidak diketahui. Hal itu berlaku untuk Hati, siap menunjukan dan memancarkan kebenaran dalam nilai2 hidup, kehidupan, namun hati akan gagal menunjukkannya karena alasan2 berikut: 1) kondisi hati tak sempurna (seperti anak kecil, orang gila), 2) menumpuknya kemaksyiatan dan kejahatan dlm hati karena dikuasai hawa nafsu, 3) menyimpang dari hakekat yang dicari, 4)  ada tabir penghalang dalam hati karena rukaaknya akidah, dan 5) arah hakekat kebearan yg dicari tak diketahui keberadaannya.
Hati dalam makna halus Ruhiyah Robbaniyah bisa dipadankan dengan penguasa/Raja, tubuh fisik ibarat wilayah kekuasaan, akal fikir ibarat para menteri, dan sifat2 marah, syahwat ibarat polisi. Selama Hati mampu menguasai dan mengendalikan kerajaan di bawah bimbingan, bantuan akal fikir, maka akan berada dalam jalan lurus, jalan yang benar, tapi jika hati dikuasi hawa nafsu dg sifat2 tercelanya maka akan makin dekat ke jalan bengkok. Disini ilmu memegang peranan penting dalam menjaga dan mengingatkan Hati agar tetap dalam fitrah keruhaniaan yg lurus. Ilmu dapat diperoleh melalui dua cara: 1) melalui logika, premis2 untuk sampai pada esensi sesuatu, dan 2) melalui penyingkapan langsung atas kehendak Allah, yang pertama disebut Ilmu Husuli, dan yang ke dua du sebut Ilmu Huduri. Keduanya akan menjadi dasar kebaikan bagi kehidupan manusia dalam menjalankan peran fungsi hidupnya di alam fana. Pencapaian2 ilmu yang benar akan selalu terhalang oleh hawa nafsu apabila Hati tak mampu mengontrol pemikiran, sikap dan prilaku manusia pemiliknya.
Hati memiliki potensi2 jalan masuk bagi kebaikan dan juga keburukan, keterbukaannya dipengaruhi oleh bagaima hati melihat, menyadari fitrohnya sebagai penguasa kebaikan badan, dunia hidup dan kehidupan. Sifat fikir, sikap dan prilaku yg buruk merupakan pembukaan bagi masuknya ke burukan ke dalam hati manusia, sedangkan perbuatan baik, ketaatan pada nilai akan memperkuat dan memperlebar masuknya kebaikan ke dalam hati manusia. Membuka dan memperkuat pintu kebaikan masuk ke  Hati akan mempersempit atau bahkan menutup masuknya keburukan ke dalam hati, yg berarti bisikan syetan akan terhalangi, demikian juga sebaliknya, oleh karena itu mendidik hati agar tetap membuka kebaikan dan menjauhi, menutup masuknya keburukan akan menjadi fondasi bagi berkuasanya Hati dg kebaikan dalam menggerakan, mengontrol instrumen yg dimilikinya. Untuk itulah memperkuat hati perlu dilakukan dg melatih jiwa agar tetap damai dan slamat dalam menjalani hidup dan kehidupannya di dunia.
Untuk itulah maka mendidik hati perlu terua dilakukan sepanjang hayat melalui peningkatan kemampuan akal fikir untuk memahami kebwnaran dan kebaikan, serta dengan menundukkan, mengendalikan instrumen hawa nafsu (marah dan syahwat), serta pembiasaan akhlaqul karimah dalam berfikir bersikap dan berprilaku, sehingga Hati akan makin bersih dan cemerlang dan memancarkan cahaya ketuhanan (Hati Nurani). Dg fondasi keyakinan Hati akan Allah dan ajarannya, maka perlu dikuatkan terus, sebab keyakinan dan atau keimanan bisa bertambah juga bisa berkurang, akhlak prilaku yg baik akan menambah kekuatan cahaya hati, demikian sebalikya. Dengan pendekatan kondisioning, prilaku akhlak yg baik akan menjadi tertanam kuat dalam hati jika hal itu dilakukan terus menerus baik dengan susah payah maupun tidak.  Nabi diutus unruk menyempurnakan akhlah yg berefek pd kuatnya aqidah, keimanan. Akhlak dibangun dg tindakan, prilaku, jika bertindak baik sesuai nilai2 kebaikan dan terus dilakukan maka akan jadi bagian pribadi yg tertanam dan siap diwujudkan kapanpun diperlukan rak peduli ada yg memperhatikan araupun tidak. Dia jadi murni tanpa  terganggu oleh virus marah, syahwat, bisikan syetan ataupun lingkungan yg dpat mengeruhkan hati.
Secara fitrah Hati siap menerima dan memancarkan kebenaran Tuhan, namun Hati juga bisa gagal memerankan sebagai tempat pengatur dan pengontrol fikiran, sikap dan perilaku yg benar, baik sesuai nilai2 keTuhanan, hal ini disebabkan berbagai faktor (mengulang yg disampaikan dalam paragraf 717 sebagai penekanan) yaitu: 1) kondisi hati belum atau tidak sempurna (hati anak kecil, hati orang gila); 2) Kotoran maksiat dan kejahatan menumpuk di salam hati karena mengikuti hawa nafsu; 3) Hati menyimpang dari arah hakekat kebenaran yg dicari, tidak dihadapkan pd kebenaran, kebaikan; 4) ada sesuatu yg menghalangi atau menutup hati, karena kerusakan akidah (keyakinan yg salah), dan 5) hati tak tahu hakekat kebenaran karena tidak memiliki keyakinan yg benar dan kuat terhadap Tuhan. Hati (manusia) dalam menerima kebenaran, memiliki tingkatan tingkatan dari yang: 1) mendengar apa yg diperdengarkan orang lain, ini tipe taklid (orang pada umumnya), mengikuti apa yang dikatakan yang lain, 2) mendengarkan langsung tapi tanpa melihat yang mengatakannya, dan 3) mendengar dengan melihat yang mengatakannya.
Ilmu pengetahuan tentang hakekat hidup merupakan makanan hati yang paling penting baik itu secara husuli ataupun huduri, karena pengetahuan akan menjadi bahan hati untuk memilih nilai kebenaran. Hal itu terjadi bila kotoran2 dalam hati akibat dikuasai hawa nafsu (marah, syahwat bisikan syetan yg membawa pd keburukan), oleh karena harus dicegah, dihilangkan, melalui pendidikan hati, dan inilah "Jihadunnafsi (berupaya melawan, mengendalikan hawa nafsu). Hanya dengan itulah hati akan memancarkan cahaya kebaikan, kebenaran yg akan membentuk kebahagiaan hidup dibawah naungan cahaya ketuhanan. Dalam kondisi ini.Hati yang baik dan benar akan menjadi Tuan yang mengatur dan mengendalikan seluruh instrumennya untuk kebaikan hidup dan pencapaian kebenaran hakiki kembali pada Tuhan sebagai Qalbun Salim, dg kondisi Nafsu al Mutmainnah...disinilah jihadunnafsi menjadi salah satu upaya membangun, meniningkatkan, mendidik hati menjadi "qolbun salim" yg kembali pada Tuhan dg Kebahagiaan.
Mengelola hati agar tak dikuasai hawa nafsu (amarah dan syahwat) merupakan upaya berat, perlu tekad kuat dan latihan pembiasaan yang keras pada awalnya, bahkan sering diperlukan pemaksaan, supaya terasa, dan kemudian jadi biasa dan menjadi budaya yang melekat dalam hidup individu sekaligus kehidupan masyarakat.  Sebenarnya terdapat beberapa makna terkait dengan istilah nafsu yaitu: 1). Nafsu dalam arti yang halus, yaitu hakikat manusia, yakni diri manusia dan zatnya. Nafsu dalam pengertian ini bermacam-macam sesuai dengan keadaannya. 2) Nafsu adalah tempat berkumpulnya kekuatan amarah dan syahwat pada diri manusia. Apabila nafsu tersebut tenang pembawaannya dan jauh dari gangguan yang disebabkann oleh syahwat maka nafsu yang demikian disebut Nafsu Muthmainnah (nafsu yang tenang), sebagaimana firman Allah Ta’ala:“Hai nafsu yang tenang! kembalilah kepada Tuhanmu dengan gembira dan menggembirakan” (Q.S. Al-Fajr: 27-28). Bila melihat nafsu dalam pengertian pertama diatas, nafsu tersebut tidak memiliki gambaran untuk kembali kepada Allah Ta’ala, malah selalu mejauhi-Nya dan termasuk dalam golongan syaitan..
Lebih jauh dapat dikemukakan bahwa apabila nafsu itu tidak sempurna ketenangannya, sering menentang, melawan nafsu syahwat, nafsu yang demikian disebut Nafsu Lawwammah (Nafsu pencela), oleh karena itu ia selalu mencela dirinya ketika teledor dan lalai berbakti kepada Tuhannya. Kemudian apabila nafsu tersebut telah melepaskan diri dari tantangan dan tidak mau lagi melawan, malah tunduk dan patuh saja pada kehendak nafsu syahwat dan panggilan syaitan, maka nafsu yang demikina disebut Nafsu Ammarah bissuu’ (nafsu penganjur kejahatan). Upaya sadar dan sungguh2 mentransfirmasikan Nafsu Amarah menjadi Nafsu Lawwamah, kemudian mewujudkannya menjadi Nafsu Mutmainnah merupakan esensi pendidikan  HATI yang didalamnya mencakup ilmu, latihan dan penerapan dalam akhlaq karimah yang terwujud dlm kehidupan individu dan masyarakat. Ini perjalanan panjang dan tak akan pernah berhenti, mendidik Hati merupakan proses dan upaya sepanjang hayat, karena kehidupan tak pernah berhenti di Dunia fana ini.
Menurut Al Ghazali, Hati memiliki dua pintu : satu pintu menuju alam nyata, dan satu pintu lagi menuju alam ghaib. Pada saat tidur seseorang bisa melihat keajaiban2 dan sesuatu yang ghaib, serta hal2 yg akan terjadi, yang dalam keadaan terjaga pintu itu tertutup, hanya terbuka bagi para Nabi dan para Wali yg telah memiliki hati bercahaya/nurani, yang bersih dari segala suatu selain Allah. Jalan masuk pada dua pintu tersebut berbeda, untuk pintu pertama belajar illmu pengetahuan menjadi cara yg tepat, sedang untuk masuk pintu kedua, jalan thoriqot (tassawuf, taqorrub ila Allah, penyucian jiwa yg keras, kuat dg tekad baja hanya dg keridhoan dan lindungan serta rahmat Allah,  sehingga jarak hati dg alam ghaib sangat dekat). Al Ghazali mengilustrasikan dua jalan itu sbb: "orang2 cina dan Orang2 rumawi berlomba dihadapan seorang raja untuk membuktikan siapakan yg paling baik diantara mereka dalam hal mengukir dan menggambar. Raja meminta mereka mengukir satu sisi oleh orang cina dan sisi lainnya oleh orang romawi, kemudian dihalangi pakai tabir agar tidak saling melihat. Orang romawi sibuk mengumpulkan berbagai macam pewarna yg unik, sementara orang cina mengkilapkan dg menggoaok giaok benda itu. Ketika orang romawi telah selesai melakukannya, orang cina pun mengatakan telah selesai pula, Raja heran pada orang cina yg tak menyiapkan pewarna seperti orang romawi, Raja bertanya pada orang cina bagaimana telah selesai padahal kalian tak menyiapkan pewarna apapun seperti orang Romawi, orang cina menjawab "tidak apa apa tuan Raja", kemudian orang cina berkata untuk mengangkat tabir, dan Raja pun setuju, dan ketik terangkat tabirnya ternyata keindahan warna warni berkilau dan makin, sangat bersinar, hal ini karena orang cina mengkilaukan untuk dapat warna warni, sedang orang ronawi mengukir, mewarnai untuk medapat kilauannya. Kisah itu menunjukan bahwa para sufi menempuh jalan pintu kedua dengan mengkilapkan, sedang manusia umumnya (dalam hal ini ulama akhli ilmu) memasuki pintu pertama melalui pewarnaan dan pengukiran.
Kedua pintu hati tersebut merupakan jalan Tuhan yang disediakan untuk manusia dalam menyongsong kembalinya ke alam ruhaniah setelah menjalani kehidupan fana di dunia. Orang yang terus mendalami ilmu pengetahuan dengan belajar dan pemahaman akan dunia nyata akan menemukan bahwa kekuasaa Tuhan amat besar dan tiada bandingnya dalam kehidupan nyata yg diisi oleh makhluk ciptaannya yg bersifat baru. Pintu hati ke alam nyata merupakan pengoptimala. Kemampuan akal fikir dalam memahami, mengelola dan memanfaatkan alam semesta dan iainya untuk menjalankan peran kekhalifahan dan memakmurkan hidup dan kehidupan di dunia dengan beribadah dalam ketundukan pada Tuhan. Manusia tak bisa keluar dari qodho dan qodhar Tuhan, tapi ilmu dapat membantu memahaminya melalui belajar akan apa yang terjadi hingga dapat diketahui tentang hukum2 yang ada di alam (sunatullah fil alam) untuk jadi bagian dlam cara berinteraksi dengannya secara tepat dan bermanfaat dalam meningkatkan derajat manusia dan kemanusaan.
Ilmu dengan berbagai pintunya secara substantif selalu membawa  pada kebaikan dan kebenaran,  namun tetap berpotensi untuk membawa pada kesesatan dengan bermainnya nafsu amarah dan syahwat dalam hati manusia. Mendidik hati memerlukan upaya dan proses yg sungguh2 karena instrumen  yang dimilikinya sering dan selalu menarik pada arah yang berlawanan ketika dihadapkan pada dunia nyata yang dijalaninya. Memerlukan kombinasi yang pas antara menghadapkan hati dg dunia fisik jasmani (duniawiah) dengan menghadapkannya pada Tuhan (ruhiyah ruhaniah). Memerlukan gerakan siklikal yang saling menguatkan dan membesarkan. Prilaku batiniah rus dikuatkan dg prilaku lahiriah badaniah. Keyakinan dalam hati akan adanyanTuhan harus terwujud dlm tindakan prilalu hidup dan kehidupan.sering terjadi, akibat berbagai faktor, tidak adanya koordinasi antara prilaku batiniah dan jasmaniah, kondisi ini me!buat sulitnya integritas karena ada yang melemahkannsalah satunya, peetahankann yg berwujud meskinprilaku batiniahnya tidak sinkron, ini akan meringankan konflik yang mbawa kemusnduran dg gerakannsiklus yang makin mengecil. Anda kecewa, tetaplah tersenyum, menunjujannprilaku berwujud darimkecewa hanyanakanmemperler dan memperdalam kekecewaaan.
Pendidikan hati dilakukan dengan berbagai cara yang dapat menjadikan hawa nafsu terkendali unuk kemudian jadi terbiasa dengan kebaran dan kebaikan, tanpa pemrontakan yang berarti yg dapat melencengkan kembali keteguhan hati dalam jalan Tuhan. Terdapat dua ppendekatan, cara atau metode pendidikan hati yàitu metode eksoterik dan metode esoterik. Metode esoterik adalah metode yang menjadikan prilaku faktual, Empiris dan dapat diobservasi sebagai yang dipantulkan ke dalam hati, metode ini bergerak outside in (dari luar ke dalam), sedang metode esoterik sebaliknya yakni bergerak dari dalam ke luar (inside out), dimana pelatihan dan pendisiplinan jiwa dg nilai kebaikan, kebenaran dikakukan untuk kemudian dipantulkan pada prilaku faktual empiris dan dapat diobsersubstantif de tersebut pada dasarnya hanya untuk memudahkan dalam membedakan titik pijak dalam prakteknya, bbukan untuk mendikotomikan jàlannya dimana yang satu ke satu arah dan yang lain ke arah lainnya, karena secara substantif semua itu menuju pada keridhoan Tuhan melalui jalann lurus, jalan kebaikan, jalan kebenaran.
Metode esoterik berpijak pada keyakinan bahwa memperkuat hubungan dengan Tuhan menjadi prioritas utama untuk membuat prilaku baik dan benar, keyakinan, kedekatan, dan mahabbah yg intens dg Tuhan akan membuat semua masalah dan prilaku hidup menjadi ringan dilakukan sesuai ajaran Tuhan, dan Hati memiliki kemantapan yg tinggi dalam mengatasi, menyikapi berbagai tarikan amarah dan syahwat, sehingga pengendalian dan pengaturannya menjadi ringan. Metode ini pernah dilakukan oleh Al Ghazali ketika mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan duniawi, dia mengambil jarak fisik dg nya untuk memelihara jarak hati, sehingga betul2 hati terbuka pintunya memasuki kegaiban hidup dan kehisupan yg hanya ada Tuhan saja di dalamnya, yang dlm pemahaman Mulla Sadra suatu perjalanan "minal khalqi ila Allah maa Allah" (dari makhluk menuju Allah dan bersama Allah). Dia memasuki jalan2 kecil (thoriqoh) untuk mencapainya dengan rintangan dan godaan yg sangat kuat dari amarah dan nafsu syahwat, ada yg berhasil namun banyak pula yg gagal, Al Ghazali, Ibnu Arabi, Abu Yazid al Buathomi, Abdul Qadir Jailani, merupakan orang yang berhasil melakukannya, dia disebut Sufi (ahli Tasawwuf, ahli dan pelaku mensucikan jiwa, membeningkan hati, bukan mewarnai atau mengukirnya).
Sementara itu metode eksoterik menekankan pada pengulangan prilaku, sikap baik sesuai nilai2 yang akannterefleksikan pada penguatan hati dalam penanaman nilain, sikap dan pilaku yang sesuai nilai kebenaran dan kebaikan. Dalam metode ini berdirilah pparanakhlinfikir, filsuf, dan akhli fikih yang menggali mendalami prilaku2 yang sesuai dengan nilai yang diajarkan. Mulai dengan melakukanntindakan yang baik, nanti hati akan jadi kuat dengan dengan nilai tersebut dan instrumen hati, marah dann syahwat akan dipaksa ikut hati yang termotivasi sikap dan prillaku yang telah dilakukan. Dua metode tsb menujumpada keterpaduannyang sama ayakni bagaimana sikahnhatin secara ruhaniah dapat tereujud dlm sikaf dan prilaku badani tindakan yang telihat dalam kehidupan bermasyarakat. Yang esoterik bergerak inside out (dari dalam keluar), yg eksoterik bergerak outside in (dari luar ke dalam). Yang pertama merupakan pendidikan diri (pendidikan hati secara individual), yang kedua merupakan pendidikan sosial (Pendidikan hati secara sosial), dan mayoritas umat islam melakukan yang kedua, yakni pendidikan hati metode eksoterik.
Mendidik hati dengan metode eksoterik memerlukan berbagai langkah yang dapat membuat lingkungan sosial dapat memberi.kontribusi bagi berlangsungnya prilaku yang bernilai, sehingga pembentukan, penanaman nilai dalam hati memiliki efek mengungkit bagi perkembangan dan konsistensi kererlaksanaan nilai dalam perjalanan waktu. Diutusnya Nabi.untuk menyempurnakan akhlak mulia merupakan pangkal tolak bagi gerak "outside in" khususnya dalam konteks pendidikan awal manusia. Secara praktis metode eksoterik dapat dikemukakan sebagai pendididkan Akhlak dalam arti luas, dimana perwujudan dalam.sikap prilaku pada Tuhan, dan pada Manusia menjadi gerak yang merembea ke dalam.penghayatan dan hati akan makin kuat dengan nilai2 yang menjadi dasar prilaku benar dan baik.
Mendidik hati merupakan upaya meningkatkan kapasits hati dalam kebaikan dan nkebenaran, dan mengobati npenyakit2 nya agar hati tetap sehat.  Jika penyakit fisik diobati dengan sesuatu yang menjadi lawan penyakitnya, maka demikian juga dengan penyakitn hati, meskipun akan berbeda antar orang karena tabiat yang berbda beda. Pertama tama perlu diketahui terlebih dahulu penyakit hati introsyang dirasakan seseorang baik melalui diagnosa orang lain (guru, pendidik), atau melalui cara instrospeksi sampai jelas penyakitnya. Setelah itu dicari lawan sikkap, prilaku yg dapat menekan dan atau memperbaiki, mengobati penyàkit hati tersebut hingga dicapai kondisi yang stabil, mantap dalam kebaikan dan kebenaran. Sebelum itu pendidikan hati perlu dimulai dengan penyibukan diri denn ibadah yang diperinhkan, serta menghayati nilai2 yang terkandung di dalamnya, lakukan tindakan2 pembersihan diri baik fisik ataupun jiwa, serta tekun dalam dikir yang dapat mendekatkan hati dengan Tuhan.
Metode esoterik dlm prakteknya dapat dipandang sebagai pendidikan akhlaq yang berwujud prilaku baik dan benar sesuai nilai2. Dalam hal ini hukum2 pembiasaan menjadi.bagian pensertauntuk diterapkan serta makin longgar ketika kedewasaan berfikir meningkat, ini seperti pola psikologis umum yang dilakukan di nunia pendidikan ketika belum matang berfikir manusia maka pengkondisian  reward dan punishmen dapat dilakukan dan secara umum memilili efektivitas baik (Nabi pernah menyuruh menghukum bila anak tak mau sholat jika sudah usia 7 tahun). Jadi pendidikan Hati dilakukan sejak awal kehidupan manusia dengan pengkondisian serta pemolaan Prilaku melalui belajar aosial, pemodelan, pwrcontohan teladan yang sudah dapat dipersepsi secara tepat meski sederhana dlm arti tak memerlukan alasan. Sementara itu Akhlak dapat dimaknai sebagai  tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Makna ini tentu memerlukan pemahaman lebih dari sekedar melihat dan mempersepsi, namun menggambarkan idealitas dari prilakunya jelas menjadi penting.
Akhlak bukan sekedar prilaku baik dan benar, namun dia harus memiliki nilai absolut akan sesuatu yang baik dan benar serta sumbernya yang merupakan dasar dan arah tujuan hidup dan kehidupan manusia.  Di samping itu akhlak merupakan sikap, tindakan prilaku prilaku spontan tanpa kir kalkulatif akan sikap dan tindakan yang diwujudkannya, namun tetap dalam kesadaran penuh akan nilai baik dan benarnya sertw tujuan ketuhanannya.  Secara etimologis Kata “akhlak”  dari bahasa arab yaitu ” Al-Khulk ”  berarti tabeat, perangai, tingkah laku, kebiasaan,  kelakuan. Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan. Dalam KBBI, akhlak berarti budi pekerti atau kelakuan. Sedangkan menurut para ahli, pengertian akhlak adalah sebagai berikut: Menurut Ibnu Maskawaih akhlak ialah “hal li nnafsi daa’iyatun lahaa ila af’aaliha min ghoiri fikrin walaa ruwiyatin” yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Semtara itu Al Ghazali mengemîkakan bahwaAkhlak ialah sifat yang terpatri dalam jiwa manusia yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan senang dan mudah tanpa memikirkan dirinya serta tanpa adanya renungan terlebih dahulu.
Akhlak karimah merupakan tujuan dari pendidikan akhlak yang secara fundamental merupakan refleksi empiris dari hati manusia dalam melihat, memahami, merasakan kebaikan dan kebenaran serta megontrol instrumennya dalam berhadapan denganatau dan atau menghadapi hidup dan kehidupan di dunia. Untuk itu struktur prilaku perlu dilihat dalam konteks akhlak agar dpt dg tepat memberi nilai akan sutu prilaku yg selalu bergerak dari luar ke dalam dan dari dalam keluar, dari transenden ke imanen, dari esoterik ke eksoterik, dimana semua itu akan menentukan posisi nilai akhlak dalam konteks hakekat, arah dan tujuan hidum manusia. Prilaku itu sendiri dilihat dari fondasinya dapat dikekompokan dalam tiga jenis (O'neil) : 1) prilaku konatif, 2) prilaku volisional, dan 3) prilaku normatif. Perilaku Konatif adalah perilaku yang secara tersirat memiliki tujuan, namun tidak secara sadar, disadari bertujuan semacam itu. Perilaku Volisional adalah perilaku konatif yang disadari tujuannya. Sedangkan Perilaku Normatif adalah perilaku yang diarahkan, secara tersirat ataupun tersurat oleh gagasan-gagasan, nilai2 tertentu yg memasuki fikiran dalam keyakinan, ide (konsep-konsep abstrak atau sudut pandang ) yang terkait dg apa yang umumnya dianggap baik atau dikehendaki.
Prilaku konatidf lebih mendasarkan pada tindakan instingtif yg bersifat mencari senang (pleasure) dan menghindari derita (pain). Dalamn perke!bangannya itun dipadankan dg syahwat untuk pleasure sesuatu yg diinginkan  dan ghadhab untuk pain, sesuatu ygn dihindari, ditolak. Apabila tindakannhanya sebatas itu maka itu merupak prilaku konatif, kemudian apa bila hal tersebut dilakukan dg menyadari akan memperoleh kesenangan dan atau terhindar dari derita, maka seoeang mulai ngarahkan tindakannya pd tujuan tersebut, maka tindaknya bersifat volisional, kemudian apabila bertindaknya menuruti nilai prilaku ygndiketahui dari sumber luar dirnya seprti nilai2 agama maka itu jadi prilaku normatif, dan akhlak itu adpada tataran prilaki normatif ini. Akhlak karimah harusmtegak dalam peilaku normatif yang jika terus dilakukan akan teinternalisasi dan menjadi sikap serta prilaku spontan yang akarnya akan transendental ketuhanan sebagai bentuk ketakwaan, dan tentu saja itu harus dilakukan bertahapp daari sejak prilaku konatif dg pengarahan pembiasaan, prilaku vilisional dengan penghubungan nilai dan penguatan peningjatan keyakinan pada prilaku normatif.
Perwujudan nilai akhlak karimah sebagai prilaku spont tanpan fikir tentu sangat sulit, suatu prilaku yang baik tidak serta merta menggambarkan akhlak yg baik, karena perwujudan dlm prilaku dipgaruhi berbagai faktor lingkunganndan situasi dimana prilaku ituterjadi terjadi. Misal seorang anak sungkem pada orang tua pada saat upacara nikah, tak dapat disimpulkan bahwa anak itu memiliki akhlak yg baik pada orang tua apabila nilai kebaikan itu tak kuat au tak ada dalam hatinya, dan prilakunya itu lebih karena tekanan situasi dan lingkungan acara pernikahan, namun jika itu terjadi dimanapun dan kkkapanpun tanpa ada orang lain sekalipun, maka itulah akhlak karena hatilah yg mengontrol instrumennya untuk melakukan sesuai nilai yg tertanam dalam hati. Seorang ikut lelang sumbangan bangun mesjid dan dia memberi paling elbesar, apakah orang itu menunjukan akhlak dermawan?, bisa ya bisa tidak, kalau pIlakurilaku empirisnya jelas memberikan derma, sodakoh, namun jika dlm hatinya tak tertanam atau kurang tertanam nilai kedermawanan sebagai nilai yg baik berdasarkan keyakinan akan nilain keTuhan-an (transendental), maka itu hanya prilaku empiris yang baik dan tindakan itu bersifat volisional. Dia  menjadi akhlak jika kedermawanann dilakukan dimana saja kapanpun tanpa perlu memperhatikan apakah ada orang lain tahu atau tidak. Namun apa itu mungkin diketahui, tentu tidak, dalam kehidupan sosial tak perlu dan tak mungkin, namun pemahaman itu penting dalam konteks pendidikan hati dg geraknoutside in, dimana lingkungan daoat dijadikan cara pemitivasian untuk memperkuat prilaku empiris suatu nilai2 tertentu, yg nantinakan terjadi internalisasi nilai akhlak dalam  hati yg kemudian menjadi gerak inside out berdasar motivasi intrinsik dg nilai kebaikan itu sendiri diyàkini sebàgain kebaikan dalam dirinya.
Memperkuat akhlak dg gerak outside in (eksoterik) memerlukan pendisiplinan, pembiasaan, habituasi, pada masa anak2 ketika akal belum.mampu menangkap nilai2 kebaikan yg abstrak maka lingkungan efekrif dibuat sedemikian rupa untuk menekan tetap dlm jalur prilaku empiris yang baik, lembaga pendidikan informal keluarga, lembaga nonformal masyarakat dan formal persekolahan harus memiliki kesamaan/kesejalanan dlm pengkondisian lingkungan untuk mewujudkan prilaku empiris akhlak karimah, sehingga efek celupan nilai dalam hati akan kuat dan menjadi kompetensi dalam mengintruksikan instrumen hati, dalam arah serta pola tungkah yang sesuai dengan nilai2, meskipun pada tahap awal manusia belum secara matang menjadi fikaran, yg utama bertindak dan kemudian berfikir untuk menguatkan tindakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ontologi Pendidikan

Ibnu Khaldun tentang Pendidikan