Az Zarnuji tentang Pendidikan (2)

Disamping memposisikan ilmu agama yg baik yang fardu ain maupun yg fardu kifayah. Zarnuji juga berbicara ilmu2 yg tak terkait langsung dg ilmu agama dg beberapa contoh: seperti haramnya mempelajari astrologi (ilmu nujum), karena itu tak akan merubah takdir Tuhan, Dia mengatakan bahwa mempelajari ilmu nujum (astrologi, ilmu meramal nasib) itu hukumnya haram, karena ia diibaratkan penyakit yang sangat membahayakan. Dan mempelajari ilmu nujum itu hanyalah sia-sia belaka, karena ia tidak bisa menyelamatkan seseorang dari taqdir Tuhan. Sementara itu mempelajari ilmu falak (astronomi) itu dibolehkan mempelajarinya, karena penting untuk mengetahui arah kiblat, dan waktu-waktu shalat, selain itu boleh pula mempelajari ilmu kedokteran, karena ia merupakan usaha penyembuhan yang tidak ada hubungannya dengan sihir, jimat, tenung dan lain-lainnya.Karena Nabi juga pernah berobat, bahkan Imam Syafi’I rahimahullah berkata, “ilmu itu ada dua, yaitu ilmu piqih untuk mengetahui hukum agama, dan ilmu kedokteran untuk memelihara badan". Ini menunjukkan bahwa meskipun suatu ilmu tidak merupakan cabangvlangsung dari ilmu agama, namun tetap dianjurkan untuk dipelajari, juga diajarkan selama ilmu dapat memberikan kontribusi bagi pelaksanaan ajaran agama, serta kebaikan hidup manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Ilmu itu makanan Akal, mengajari dan mempelajarinya merupakan upaya mengembangkan dan memperkuat Al Quwwah an Nathiqoh (kekuatan akal fikir). Sama seperti jasad memerlukan Makanan untuk bertahan hidup,maka Akal memerlukan ilmu pengetahuan. Akal fikir jika tak diisi ilmu pengetahuan, laksana jasad tanpa makanan, tentu matilah dia. Makanan ada yg lejat menyehatkan badan, ada juga yg tidak, makanan ada yg tak lezat tapi menyehatkan, ada juga yg tidak. Demikian juga halnya dg ilmu ada yg bermanfaat dan membiru manfaat ada juga yg tidak. Dlm konteks tersebut ajaran agama jadi pertimbangan dlm menentukan kategori ilmu, dan tentu akan berkembang sesuai dg perkembangan ilmu serta perubahan sosial masyarakat. Jika WISATA JASMANI/JASADI/FISIKAL kita bisa foto SELFI dan jika foto tsb diupload ke medsos, maka Itu berarti kita telah mempublikasikannya dlm ruang sosial (masyarakat) untuk memberi tahu yang lain bahwa kita sudah ke tempat ini itu, dan AQAL FIKIR pun bisa BERWISATA, jika kita mencari ilmu dg membaca dan lainnya maka SELFI nya berbentuk tulisan sebagai ekspresi akal fikir, dan jika tulisan2 itu diterbitkan maka berarti kita telah mempublikasikan pada masyarakat hasil wIsata akal kita. Semua itu perlu ketertarikan dan mengalaminya dg riang hingga merasa menikmatinya atau merasakan lezatnya baik WISATA JASADI maupun WISATA AQAL.  Wisata jasadi cenderung lebih mudah disukai dan dijalani karena berbagai promosi yg menarik, tinggal hartanya, dananya ada atau tidak, sementara Wisata akal cenderung lebih berat dilakukan meskipun tak perlu harta, dana, bahkan tak harus pergi kemanapun, tapi jika kita telah merasa hobi tuk belajar maka wisata aqal tinggal dikembangkan saja apalagi klw merasa lezatnya memahami ilmu, akan mengurangi atau membatasi kesukaan dalam Wisata Jasadi Duniawi, inilah i'tibar yg bisa kita ambil esensinya dari yg dikemukakan oleh Az Zarnuji: "Siapa saja yg  telah merasakan kelezatan rasa ilmu dan amal, maka semakin kecillah kegemarannya akan harta benda dunia. Syaikhul Imamil Ajall Ustadz Qawamuddin Hammad bin Ibrahim bin ismail Ash-Shoffar Al-Anshoriy membacakan kami syair imla’ abu hanifah: Siapa saja gerangan, menuntut ilmu untuk hari kemudian untuknya dapat keutamaan, anugrah Allah penunjuk jalan. "Aduh, saja merugi, penuntut ilmu nan suci Hanya buat sesuap nasi, dari hamba ilahi".
Dengan posisi ilmu yg tinggi, tentu dituntut suatu perlakuan adab etika dalam berinteraksi dengannya baik sebagai penuntut ilmu (murid) maupun pengajar, penyebar ilmu. Dalam konteks Murid, Zarnuji mengemukakan berbagai adab yg perlu dimiliki atau dilakukan oleh penuntut ilmu.  Pertama tama seorang murid harus menguatkan niat tuk belajar, karena semua amal perbuatan tergantung pd niatnya. Di waktu belajar hendaklah "berniat mencari Ridha Allah swt. Kebahagian akhirat, memerangi kebodohan sendiri dan segenap kaum bodoh, mengembangkan agama dan melanggengkan islam sebab kelanggengan islam itu harus diwujudkan dengan ilmu. Belajar juga hendaklah diniati untuk mensyukuri kenikmatan akal dan badan yang sehat. Belajar jangan diniatkan untuk mencari pengaruh, kenikmatan dunia ataupun kehormatan di depan sultan dan penguasai-penguasa lain. Penuntut ilmu (murid) hendaknya memperhatikan apa yang yg harus diniatkan, ditekadkan jangan sampai Ia (seorang murid) yg telah mengatasi kepayahan yang cukup banyak  dan berat dalam menuntut, memperoleh ilmu hanya digunakan sebagai sarana keduniawian yang sedikit nilainya dan segera hancur. Lebih jauh Az Zarnuji mengemukakan sifa-sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang murid/penuntut ilmu/santri atau peserta didik yang sedang menuntut ilmu : 1) Cinta kepada ilmu, 2) Hormat dan patuh kepada guru, 3) Sayang kepada kitab atau buku yang merupakan sumber belajar, 4) Saling menghormati kepada sesama peserta didik, 5) Memanfaatkan waktu untuk belajar dengan sebaik-baiknya, 6) Konsisten dan tekun, 7) Menjaga diri dari hal-hal yang haram dan subhat menurut agama, 8) Memiliki cita-cita yang mulia, dan 9) Bertawakkal kepada Allah swt. atas hasil jerih payahnya dalam menuntut ilmu.
Seorang murid hendaknya memilih ilmu yg terbaik yg dibutuhkan dlm kehidupan agama pada saat itu, dan juga mempertimbangkan kebaikannya untuk masa depan. Sebagai fobdasi murid sebaiknya lebih dahulu mempelajari ilmu tauhid, mengenali Allah lengkap dengan dalilnya. Karena orang yang imannya hanya taklid sekalipun boleh dan syah, namun tetap harus memahami dalil dalilnya (istidlal).  Disamping itu Hendaknya pula memilih ilmu-ilmu yang klasik yg sudah mapan (established) bukan ilmu yang baru lahir yg cenderung mendirong pd perbantahan, apalagi sesudah meninggalnya ulama2 besar, karena  hal itu akan pada menjauhkan pelajar/murid dari mengenali fiqh (kebenaran Agama), dan hanya menghabiskan usia dengan tanpa guna, menumbuhkan sikap anti-pati/buas dan gemar bermusuhan. Dan itulah termasuk tanda-tanda kiamat akan tiba serta lenyapnya fiqih dan pengetahuan-pengetahuan lain. Untuk menghadapi berbagai pengorbanan dan cobaan dlm menuntut ilmu, seirang murid hendaklah menguatkan Kesabaran dan taba, karena hal itu pangkal keutamaan dalam segala urusan termasuk belajar, meskipuni jarang yang bisa melakukan. “Keberanian ialah sabar sejenak.” Maka sebaiknya pelajar mempunyai hati tabah dan sabar dalam belajar kepada sang guru, dalam mempelajari suatu kitab jangan sampai ditinggalkan sebelum sempurna dipelajari, dalam satu bidang ilmu jangan sampai berpindah bidang lain sebelum memahaminya benar-benar, dan juga dalam tempat belajar jangan sampai berpindah kelain daerah kecuali karena terpaksa. Kalau hal ini di langgar, dapat membuat urusan jadi kacau balau, hati tidak tenang, waktupun terbuang dan melukai hati sang guru".
Seorang penuntut ilmu (pelajar, murid, santri dan sebutan lainnya),disamping cermat dlm memilih ilmu yg akan dipelajarinya,  juga perlu hati2, cermat dan teliti dlm memilih Guru (analogi kelembagaan mungkin memilih Sekolah, pesantren). Dalam memilih guru, hendaklah mengambil yang lebih alim (mendalam penguasaan keilmuannya), waro’ (teguh menjaga diri dari keburukan) dan juga lebih tua usianya (ini mungkin aga unik dlm konteks sekarang, terutama dlm pendidikan kontemporer).  Hal ini tergambar dari pemilihan Guru yg dilakukan oleh  Abu Hanifah setelah lebih dahulu memikir dan mempertimbangkan lebih lanjut, dan menentukan pilihannya kepada tuan Hammad Bin Abu Sulaiman. Dia (Abu Hanifah) Berkata bahwa: “beliau (Hammad Sulaeman) saya kenal sebagai orang tua yang budi luhur, berdada lebar serta penyabar. Saya mengabdi di pangkuan tuan Hammad Bin Abu Sulaiman, dan ternyata sayapun makin berkembang".  Seorang pelajar/murid tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya dapat bermanfaat, selain jika mau mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya, karena termasuk arti mengagungkan ilmu, bila menghormati pada sang guru. Ali ra berkata: “Saya menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, di merdekakan ataupun tetap menjadi hambanya".
Lebih lanjut, terkait dg adab murid, (peserta didik, santri), akan dikemukakan terjemahan kitab ta'lim bab empa: "Penting diketahui,    Seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya dapat bermanfaat, selain jika mau mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya. Ada dikatakan : “Dapatnya orang mencapai sesuatu hanya karena mengagungkan sesuatu itu, dan gagalnya pula karena tidak mau mengagungkannya. “Tidaklah anda telah tahu, manusia tidak menjadi kafir karena maksiatnya, tapi jadi kafir lantaran tidak mengagungkan Allah.Guru kita Syaikhul Imam Sadiduddin Asy-Syairaziy berkata : Guru-guru kami berucap : “bagi orang yang ingin putranya alim, hendaklah suka memelihara, memulyakan, mengagungkan, dan menghaturkan hadiah kepada kaum ahli agama yang tengah dalam pengembaraan ilmiyahnya. Kalau toh ternyata bukan putranya yang alim, maka cucunyalah nanti.” Termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya, duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-macam darinya, dan menanyakan hal-hal yang membosankannya, cukuplah dengan sabar menanti diluar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah.Pada pokoknya, adalah melakukan hal-hal yang membuatnya rela, menjauhkan amarahnya dan menjungjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama, sebab orang tidak boleh taat kepada makhluk dalam melakukan perbuatan durhak kepada Allah Maha Pencipta. Termasuk arti menghormati guru pula, yaitu menghormati putera dan semua oarang yang bersangkut paut dengannya.Guru kita Syaikhul Islam Burhanuiddin Shahibul Hidayah pernah bercerita bahwa ada seorang imam besar di Bochara, pada suatu ketika sedang asyiknya di tenmgah majlis belajar ia sering berdiri lalu duduk kembali. Setelah ditanyai kenapa demikian, lalu jawabnya : ada seorang putra guruku yang sedang main-main dihalaman rumah dengan teman-temannya, bila saya melihatnya sayapun berdiri demi menghormati guruku".
Semua adab penuntut ilmu pada guru pada prinsipnya merupakan sukap dan prilaku guna menjamin keridhoan Guru dalam mendidik. Ilmu yg dipelajari memiliki dimensi spiritual sehingga tidak hanya bicara bertambah atau menguasainya tapi juga memiliki konsep keberkahan manfaat yg terkait dg penghormatan pd guru. "Barang siapa melukai hati sang gurunya, berkah ilmunya tertutup dan hanya sedikit kemamfaatannya. Bahkan kumpulantulisan yg menerangkan ttg ilmu yg dipelajari murid seperti kitab, buku2 juga tak boleh dipandang remeh tp juga dihormati dan dijaga dg baik. "Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu memulyakan kitab, karena itu, sebaiknya pelajar jika mengambil kitabnya itu selalu dalam keadaan suci. Hikayat, bahwa Syaikhul islam Syamsul Aimmah Al-Khulwaniy pernah berkata : “Hanya saya dapati ilmu ilmuku ini adalah dengan mengagungkan. Sungguh, saya mengambil kertas belajarku selalu dalam keadaan suci. Syaikhul Imam Syamsul Aimmah As-sarkhasiy pada suatu malam mengulang kembali pelajaran-pelajarnnya yang terdahulu, kebetulan terkena sakit perut. Jadi sering kentut. Untuk itu ia melakukan 17 kali berwudlu dalam satu malam tersebut, karena mempertahankan supaya belajar dalam keadaan suci. Demikianlah sebab ilmu itu cahaya, wudlupun cahaya. Dan cahaya ilmu akan semakin cemerlang bila di barengi cahaya berwudlu".
Dalam hal proses ikut pendidikan, pembelajaran diperlukan tekad yg kuat serta kesungguhan. "Semua, pelajar, murid, santri juga harus bersungguh hati dalam belajar serta kontinu (terus-terusan). Seperti itu pula di tunjukkan firman Allah: “Dan Orang-orang yang mencari keridhaan Kami, niscaya Kami tunjukkan mereka kepada jalan-jalan Kami” (Surat 29, Al-Ankabut 69). Ada dikatakan pula : “siapa sungguh-sungguh dalam mencari sesuatu pastilah ketemu” “Brangsiapa mengetuk pintu bertubi-tubi, pasti dapat memasuki”. “Sejauhmana usahamu, sekian pula tercapai cita-citamu”. “Dalam mencapai kesuksesan mempelajari ilmu dan fiqh itu diperlukan kesungguhan tiga fihak. Yaitu guru, pelajar dan wali murid jika masih ada". Sya’ir gubahan Asy-Syafi’iy dikemukan kepadaku oleh Al Ustadz Sadiduddin Asy-Syairaziy: "Dengan kesungguhan, hal yg jauh jadi berada dekat,  pintu terkuncipun jadi terbuka.Titah Allah yang paling berhaq bilang sengsara, yang bercita tinggi namun hidupnya miskin papa. Disini bukti kelestarian taqdir dan hukumNya, bila sipandai hidup sengsara, sedang sibodoh cukup berharta. Tapi yang hidup akalnya, tidak di beri harta dan benda, keduanya pada berpisah, satu disini satu disana". "Kau idamkan menjadi paqih penganlisa, padahal tidak mau sengsara, berkorban, macam-macam sajalah penyakit gila. Tidak bakal engkau memboyong harta, tanpa menanggung pengorbanan dan derita, ilmupun begitu pula". Jadi bertekadlah bersungguh sungguhlah dan berkorbanlan tuk menuntut ilmu.
Pelajar, siswa, santri harus memiliki cita cita tinggi/besar dlm menuntut ilmu, karena manusia itu akan terbang dengan cita-citanya, sebagaimna halnya burung terbang dengan kedua sayapnya. Abu-Thoyyib berkata: "Seberapa kadar besar ahli cita, si cita-cita kan didapati. Seberapa kadar orang mulya, kemulyaan kan di temui. Barang kecil tampaknya besar, dimata orang bercita kecil. Barang besar dimata orang bercita besar, tampaknya kecil". Cita2 yg tinggi akan memperkuat kesungguhan, tekad yg kuat serta mempermudah capai keberhasilan. Pangkal kesuksesan adalah kesungguhan dan himmah/cita2 yang luhur. Barang siapa berhimmah menghapalkan seluruh kitab Muhammad Ibnul Hasan, lagi pula disertai usaha yang sungguh-sungguh dan tak kenal berhenti, maka menurut ukuran lahir pasti akan bisa menghafal sebagian besar atau separohnya. Demikian pula sebaliknya, bila cita-citanya tinggi tapi tidak ada kesungguhan berusaha, atau sungguh-sungguh tetapi tidak bercita-cita tinggi, maka hanya sedikit pula ilmu yang berhasil didapatkanny. Syaikhul Imam Al-Ustadz Ridladdin mengemukakan, bahwa kaisar Dzul Qarnain dikala berkehendak menaklukan dunia timur dan barat bermusyawarah dengan para Hukama’ dan katanya : Bagaimana saya harus pergi untuk memperoleh kekuasaan dan kerajaan ini, padahal dunia ini hanya sedikit nilainya, fana dan hina, yang berarti ini bukan ita-cita luhur? Hukama menjawab : “Pergilah Tuan, demi mendapat dunia dan akherat.” Kaisar menyahut: “Inilah yang baik.” janganlah lemah/malas dalam upaya dan janganlah rendah dalam bercita. Imam Abu Hanifah berkata kepada Abu Yusuf : ” Hati dan akalmu tertutup. Tapi engkau bisa keluar dari belenggu itu dengan cara terus belajar dan jauhilah ber-malas-malasan. Syaikh Abu Nashr Ash-Shoffar Al-Anshariy berkata: "Diriku oh diriku, janganlah kau bermalas-malasan. Untuk berbakti, adil, berbuat bagus perlahan-lahan. Setiap yang beramal kebajikan, untung kan didapat. Tapi yang bermalasan, tertimpa bala dan kerugian. Ada sya’ir gubahanku (Az Zarnuji) yang semakna itu: Tinggalkanlah oh diriku, bermalasan dan menunda urusan. Kalau tidak, letakkan saja aku, dijurang kehinaan. Tak kulihat, orang pemalas mendapat imbalan hasil. Selain sesal, dan cita-cita menjadi gagal. Hendaklah pelajar bersungguh-sungguh sampai terasa letih guna mencapai kesuksesan, dan tak kenal berhenti, dengan cara menghayati keutamaan ilmu. Ilmu itu kekal, sedang harta adalah fana. Ilmu yang bermanfaat akan menjunjung tinggi nama seseorang, tetap harum namanya walaupun ia sudah mati. Dan karena itu, ia dikatakan selalu hidup abadi. Syaikhul Ajall Al-Hasan bin Ali Al-Marghibaniy membawakan syi’ir buat kami: "Kaum bodoh, telah mati sebelum mati. Orang alim, tetap hidup walaupun mati".
Disamping persyaratan internal yg harus dimiliki seorang penuntut ilmu, juga dikemukakan ttg cara mengikatnya dalam interaksi antara murid dan ilmu yg dipelajarinya. Belajarlah dari yang mudah dg batasan yg memadai, jangan sampai overlearning karena akan mengganggu perkembangan akal fikir tuk berkembang optimal. Syaikh Qadli Imam Umar bin Abu Bakar Az-Zanji yg dinukil Imam Abu Hanifah berkata: guru-guru kami berkata: “sebaiknya bagi oarang yang mulai belajar, mengambil pelajaran baru sepanjang yang kira-kira mampu dihapalkan dengan faham, setelah diajarkannya dua kali berulang. Kemudian untuk setiap hari, ditambah sedikit demi sedikit sehingga setelah banyak dan panjang pun masih bisa menghapal dengan paham pula setelah diulanga dua kali. Demikianlah lambat laun setapak demi setapak". Mulailah dengan pelajaran-pelajaran yang dengan mudah  bisa di fahami. Syaikhul Islam Ustadz Syarifuddin Al-Uqaili berkata; “Menurut saya, yang benar dalam masalah ini adalah seperti yang telah dikemukakan oleh para guru kita. Yaitu untuk murid yang baru, mereka pilihkan kitab-kitab yang ringkas/kecil. Sebab dengan begitu akan lebih mudah di fahami dan di hapal, serta tidak membosankan". Juga dianjurkan murid membuat catatan sendiri mengenai pelajaran-pelajaran yang sudah di fahami hafalannya, untuk kemudian sering diulang-ulang kembali. Karena dengan cara begitu, akan bermanfaat sekali, dan hindari menulis apa saja yang ia sendiri (murid) tidak tahu maksudnya, karena hal ini akan menumpulkan otak dan waktupun akan hilang terbuang dengan sia-sia.
Seorang Murid, Pelajar, Santri,  hendaknya mencurahkan kemampuannya dalam memahami pelajaran dari sang guru dg memikurkannya dan sering diulang-ulang sendiri. Karena bila pelajaran yang baru itu hanya sedikit dan sering diulang-ulang, akhirnyapun dapat dimengerti. “Hafal dua huruf lebih bagus daripada mendengarkan saja dua bab pelajaran, dan memahami dua huruf lebih baik daripada menghapal dua bab pelajaran.  Disamping metode repetition (menghafal ulang), seorang pelajar seharusnya melakukan Mudzakarah (forum saling mengingatkan), munadharah (forum saling mengadu pandangan) dan mutharahah (diskusi). Hal ini dilakukan atas dasar keinsyafan, penghayatan serta menjauhi hal-hal yang negatif. Munadharah dan mudzakarah adalah cara dalam melakukan musyawarah, sedang permusyawaratan itu sendiri dimaksudkan guna mencari kebenaran. Karena itu, harus dilakukan dengan penghayatan, kepala dingin dan penuh keinsyafan. Jika tak demikian, tidak akan berhasil, apalagi jika dilaksanakan dengan cara kekerasan dan niat yg kurang baik (seperti menyombongkan ilmunya, merasa paling benar). Apabila di dalam pembahasan, diskusi, tukar pendapat dan pandangan itu dimaksudkan untuk sekedar mengobarkan perang lidah, maka tidak diperbolehkan menurut agama. Yang diperbolehkan adalah dalam rangka mencari kebenaran. Bicara berbelit-belit dan membuat alasan itu tidak diperkenankan, selama teman bicaranya tidak sekedar mencari kemenangan dan masih dalam mencari kebenaran. Bila ada hal yg sulit untuk dikemukakan pemikiran ttg nya maka catat dan dalami, cari aargumennya, jangan asal berpendapat, rendah hatilah dlm berdiskusi, berdebat, tukar pandangan, gak salah dan gak hina jika berkata “pertanyaan anda saya catat dahulu untuk kucari pemecahannya. Diatas orang berilmu, masih ada yang lebih banyak ilmunya.” (wa fauqo dii ilmin aliimm).
Dalam belajar, seorang siswa, murid, penuntut ilmu, jangan mencukupkan dg bersendirian dg mengulang dan menghafal, karena untuk memperkuat ikatan ilmu memerlukan interaksi dg yang lain, disinilah berdiskusi, bertukar pendapat menjadi penting, karena disamping didalamnya ada proses pengulangan, juga akan menambah pengetahuan baru. Az Zarnuji berkata bahwa "mutharahah dan mudzakarah (diskusi, tukar pendapat) itu jelas lebih besar/baik daripada sekedar mengulang pelajaran sendirian, sebab disamping berarti mengulang pelajaran, juga menambah pengetahuan yang baru".“Sesaat mutharahah dilakukan, lebih bagus dari mengulang pelajaran sebulan. “Sudah tentu harus dilakukan dengan orang yang insaf dan bertabiat jujur, dan  jangan mudzakarah dengan orang yang sekedar mencari menang dalam pembicaraan semata, lagi pula bertabiat tidak jujur. Sebab itu akan meruaak suasana diakusi dan dapat mempengaruhi akhlak. Dlm berbicara, berdiskusi, tukar pendapat dan pandangan ilmiyah haruslah difikirkan secara cermat dan matang serta argumentatif, sebab perkataan, ucapan adalah laksana anak panah, dimana tepat pada sasaran bila dibidikan terlebih dahulu perlu menimbang dan memikirkannya serta jangan sampai terlupa jika berkata harus memahami apa sebabnya, kapan waktunya, bagaimana caranya, berapa panjangnya dan dimana tempatnya, sehingga pemikiran kita dapat menggambarkan suatu yg runut dan dapat difahami..
Pemanfaatan waktu yg efektif produktif juga harus menjadi perhatian peserta didik, baik itu secara mandiri maupun dikondisikan oleh pendidik (organisasi sekolah dlm konteks sekarang). Seluruh waktunya dan dalam situasi bagaimanapun, pelajar hendaknya mengambil pelajaran dari siapapun. Rasulullah saw bersabda: “Hikmah (ilmu) itu barang hilangnya orang mukmin, dimana saja  ditemui ambillah. Ambillah yang jernih tinggalkanlah yang keruh.”Ini bermakna bahwa belajar itu bisa dilaksanakan kapan saja dan dari siapa saja. Demikian juga dg diskusi dan tukar pendapat, seperti yg dilakukan oleh Abu Hanifah yg banyak mutharahah dan mudzakarah di kedainya, Abu Hanifah pedagang kain itu menjadi alim fiqh. Melihat kenyataan tersebut, kita juga bisa tahu bahwa menuntut ilmu dan fiqh itu bisa pula dilakukan bersama-sama dengan bekerja mencari uang. Abu Hafsh Al-Kabir sendiri bekerja sambil mengulang-ulang pelajarannya sendiri. Karena itu, apabila seorang pelajar harus juga mencarikan nafkah keluarga dan segenap tanggungannya, berusahalah di tengah-tengah keasyikan bekerjanya itu untuk mempelajari sendiri pelajarannya dengan semangat dan segiat mungkin. Belajar jangan malu pada siapapun dan dimanapun, dan yg tahu, juga jangan pelit berbagi ilmu yg diketahuinya. Suatu ketika Abu Yusuf ditanya: “Dengan apakah tuan memperoleh ilmu? beliau menjawab: “Saya tidak merasa malu belajar dan tidak kikir mengajar”. Juga pernah ditanyakan kepada Ibnu Abbas ra : “dengan apakah tuan mendapat ilmu?” beliau menjawab: “Dengan lisan banyak bertanya dan hati selalu berpikir.”. Mengulang (menghafal), Bertanya, dan berfikir nampak jadi cara yg baik, efektif dan produktif dalam memelihara dan menambah ilmu.
Orang yang kebetulan sehat badan dan pikirannya, tiada lagi alasan baginya untuk tidak belajar dan tafaqquh sebab tidak ada lagi yang lebih melarat daripada Abu Yusuf, tapi toh tidak pernah melupakan pelajarannya. Sementara itu, apabila seseorang kebetulan kaya raya, alangkah bagusnya bila harta yang halal itu di miliki orang shaleh. Ada ditanyakan kepada seorang yang alim “dengan apa tuan mendapatkan ilmu?” lalu menjawabnya: “Dengan ayahku yang kaya. Dengan kekayaan itu, beliau berbakti kepada ahli ilmu dan ahli keutamaan”. Dengan harta yang dimiliki, hendaklah suka membeli kitab dan mengaji menulis jika diperlukan. Demikian itu akan lebih memudahkan belajar dan bertafaqquh. Perbuatan seperti ini, berarti mensyukuri nikmat akal dan ilmu, yang hal itu menyebabkan bertambahnya ilmu. Diriwayatkan bahwa Abu Hanifah berucap: “Hanya saja kudapatkan ilmu dengan Bersyukur dan Hamdallah. Tiap-tiap berhasil kufahami ilmu, fiqh dan hikmah selalu saja kuucapkan Hamdalah. Dengan cara itu, jadi berkembanglah ilmuku.” Seorang Pelajar, siswa, santri  harus menyatakan syukurnya dengan lisan, hati, badan dan juga hartanya (mengorbankan harta tuk belajar), serta harus mengetahui/menyadari bahwa kefahaman, ilmu dan taufik itu semuanya datang dari hadirat Allah Swt. Memohon hidayahnya dengan berdo’a, karena hanya Dialah yang memberikan hidayah kepada siapa saja yang memohon.
Seorang pelajar hendaklah hanyalah kepada Allah, takutpun hanya kepadaNya. Sikap tersebut bisa di ukur dengan melampaui batas-batas agama atau tidak. Barangsiapa takut kepada sesama makhluk lalu ia mendurhakai Allah, maka berarti telah takut kepada selain Allah. Tapi sebaliknya bila ia telah takut kepada makhluk namun telah taat kepada Allah dan berjalan pada batas-batas syareat, maka tidak bisa dianggap telah takut kepada selain Allah. Ia masih dinilai takut kepada Allah. Begitu pula dalam masalah harapan seseorang. Dlm hal menghafal, mengulang pelajaran sebaiknya diulang beberapa kali dg prioritas paling sering mulai yg sehari sebelumnya. misal yg hari kemarin diulang 5 kali, yg hari kemarinnya 4 kali, hari kemarinnya lagi 3 kali terus 2 kali dan 1 kali selang sehari kebelakang, sehingga tiap materi akan diulang sebanyak 16 kali. Hendaknya dalam mengulangi pelajarannya itu jangan pelan-pelan. Belajar lebih bagus bersuara kuat dengan penuh semangat. Namun jangan terlalu keras, dan jangan pula hingga menyusahkan dirinya yang menyebabkan tidak bisa belajar lagi. Segala sesuatu yang terbaik adalah yang cukupan. Suatu hikayat menceritakan, bahwa suatu saat Abu Yusuf sedang mengikuti mudzakarah fiqh dengan suara kuat dan penuh semangat. Lalu dengan rasa heran, iparnya berkata: “saya tahu Abu Yusuf telah lima hari kelaparan, tapi ia tetap munadharah dengan suara keras dan penuh semanat. Demikian juga seyogyanya pelajar tidak panik dan kebingungan, sebab itu semua adalah kelemahan yg dapat mengganggu belajar dan melemahkan kemampuan menghafal. "Kebodohan membunuh si bodoh sebelum matinya. Belum dikubur, badanya telah jadi pusara. Orang hidup tanpa berilmu, hukumnya mati.Bila bangkit kembali, tak kan bisa bangkit kembali". Syakhul Islam Burhanuddin membawakan Syi’ir buat kita : "Kalau sang ilmu, tingkat tertinggi tuk tempat singgah. Kalau lainnya, meninggi bila banyak anak buah. Orang berilmu, namanya harum berlipat tinggi. Orang bodoh, begitu mati tertimbun duli. Mendaki tinggi, kepuncak ilmu, mustahil bisa. Bila maksudnya, bagai komandan pasukan kuda. Dengarkan dulu, sedikit saja dikte buatmu. Cuma ringkasan, kemulyaan ilmu yang aku tahu. Ia cahaya, penerang buta, terang benderang. Tapi si bodoh, sepanjang masa gelap menantang. Wahai kaum berakal, ilmu itu pangkat mulia. Bila telah didapat, pangkat lain lepas tak mengapa. Bila engkau meninggalkan dunia dengan segala nikmatnya. Pejamkan mata, cukuplah ilmu jadi anugrah berharga.
Masa belajar itu sejak manusia berada di buaian hingga masuk keliang kubur. “Hasan bin Ziyad waktu sudah berumur 80 tahun baru mulai belajar fiqh, 40 tahun berjalan tidak pernah tidur di ranjangnya, lalu 40 tahun berikutnya menjadi mufti. Masa yang paling cemerlang untuk belajar adalah permulaan masa-masa jadi pemuda, dg waktu terbaik waktu sahur berpuasa dan waktu di antara magrib dan isya.’ Tetapi sebaiknya menggunakan seluruh waktu yang ada untuk belajar, dan bila telah merasa bosan terhadap ilmu yang sedang dihadapi supaya berganti kepada ilmu lain. Apabila Ibnu Abbas telah bosan mempelajari Ilmu Kalam,, dia belajar sastra para pujangga penyair. Muhammad Ibnul Hasan semalam tanpa tidur selalu bersebelahan dengan buku-bukunya, dan bila telah merasa bosan suatu ilmu, berpindah ilmu yang lain. Iapun menyediakan air penolak tidur di sampingnya, dan ujarnya: “Tidur itu dari panas api, yang harus dihapuskan dengan air. Bila hasil jerih payah menuntut ilmu menjadikannta seorang alim, hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi naseha (beebagi ilmunta)t serta jangan berbuat dengki. Dengki itu tidak akan bermanfaat, justru membahayakan diri sendiri. Guru kita Syaikhul Islam Burhanuddin ra. Berkata : Banyak ulama yang berkata : “Putra sang guru dapat menjadi alim, karena sang guru itu selalu berkehendak agar muridnya kelak menjadi ulama ahli Al-Quran. Kemudian atas berkah I’tikad bagus dan kasih sayangnya itulah putranya menjadi alim.”
Pelajar, Santri, Murid, peserta didik hendaknya menggunakan setiap kesempatan waktunya untuk belajar, terus-menerus sampai memperoleh keutamaan. dan berusaha untuk mencatatnya halvhal yg terkait dg ilmu pengetahuan yg didapatnya. Disamping itu sekuat apapun hapalan tentu perlu back up catatan yg dapat dengan mudah di deteksi, diretrieve (dilihat ulang). Hapalan dapat pergi dan akan lari, tapi tulisan tetap berdiri. Syaikhul Ustadz Zainul Islam yang terkenal dengan gelar Adibul Mukhtar menyatakan : Hilal bin Yasar berkata : “Kulihat Nabi saw. Mengemukakan sepatah ilmu dan hikmah kepada sahabat beliau, lalu usulku: “Ya Rasulullah, ulangilah untukku apa yang telah tuan sampaikan kepada mereka” beliau bertanya kepadaku : “apakah engkau bawa botol dawat Alat untuk menulis)?",  jawabku : “tidak” beliaupun lagi bersabda : “Oh Hilal, janganlah engkau berpisah dari botol dawat, karena sampai hari kiamat kebagusan itu selalu disana dan pada yang membawanya”. Yang mulya Hasanudin berwasiat kepada Syamsuddin putra beliau, agar setiap hari menghafal sedikit ilmu dan sepatah hikmah. Hal itu mudah dilakukan, dan dalam waktu singkat menjadi semakin banyak. Isham bin Yusuf membeli pena seharga satu dinar guna mencatat apa yang ia didengar seketika itu. Umur cukup pendek, sedang pengetahuan cukup banyak. Pelajar jangan sampai membuang-buang waktu dan saatnya (untuk belajar), serta hendaknya mengambil kesempatan (untuk belajar)di malam hari dan di kala sepi. Dari Yahya bin Mu’adz Ar-Razi disebutkan : “malam itu panjang, jangan kau potong dengan (banyak) tidur; dan siang itu bersinar cemerlang, maka jangan kau kotori dengan perbuatan dosa (jadi belajarlah)”. Hendaknya pelajar bisa mengambil pelajaran dari para sesepuh dan mencerap ilmu mereka. Tidak setiap yang telah berlalu bisa didapatkan kembali. Seorang ilmuwan (Alim, Ulama) hendaknya tidak usah turut melibatkan diri dalam arena pertikaian dan peperangan pendapat dengan orang lain, karena hal itu hanya embuat waktu menjadi habis sia-sia.
Pelajar hendaknya selalu membawa buku untuk dipelajari.  “Barangsiapa tak ada buku di sakunya, maka tak ada hikmah di hatinya.” Lalu buku itu hendaknya berwarna putih. Juga hendaknya membawa botol dawat (alat tulis warna hitam), agar bisa mencatat segala pengetahuan yang di dengar.  Dalam menghafal ingatlah bahwa yang paling kuat menyebabkan mudah hafal adalah kesungguhan, kontinuitas, mengurangi makan (jangan terlalu banyak makan) dan shalat di malam hari. Juga membaca Al-Qur’an termasuk penyebab kuatnya hafalan seseorang pelajar, penuntut ilmu: “Tiada sesuatu yang lebih bisa menguatkan hafalan seseorang, kecuali membaca Al-Qur’an dengan menyimak. “Membaca Al-Qur’an yang dilakukan dengan menyimak itu lebih utama, sebagaimana sabda Nabi saw : “Amalan umatku yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an dengan menyimak tulisannya.” Demikian juga jangan lupa selalu berdoa untuk ditambahi terus ilmu. Pelajar hendaknya tidak mengabaikan perbuatan-perbuatan yang berstatus adab kesopanan, dan amal-amal kesunahan (kebaikan). Sebab siapa yang mengabaikan adab menjadi tertutup dari yang sunah (kebaikan). Jangan ngobrol berbicara hal2 yg tak berguna, “siapa yang tersibukkan oleh perbuatan yang tanpa guna bagi dirinya.” Maka yang semestinya akan berguna menjadi terlewat darinya. Ali ra  berkata : “Bila telah sempurna akal pikiran, maka menguranglah ucapan. Sebuah syair: "Jikalau orang berakal sempurna, sedikitkan bicara. Bila seorang banyak bicara Dialah yg tolol."Bicara adalah hiasan, diam itu keselamatan.Bila kamu berbicara, makanya jangan berlebihan, lantaran jika diam, engkau menyesal, tapi sekali. Namun klw karena omong, kamupun kan menyesal berkali-kali..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ontologi Pendidikan

Pendidikan Hati

Ibnu Khaldun tentang Pendidikan