Filsafat Pendidikan (2)

Bidang/Cabang Filsafat seperti disebutkan terdahulu akan memberi menjadi bagian penting dalam kajian filsafat pendidikan baik secara tersurat maupun tersirat, tergantung pada modus filsafat pendidikan dlm mengkaji, mengkritisi bidang pendidikan. Secara umum, berdasar aktivitasnya, Kneller mengemukakan 3 gaya, modus atau cara dalam berfilsafat, yg dapat diterapkan dlm bidang Pendidikan yaitu : 1) SPECULATIVE PHILOSOPHY: Filsafat Spekulatif merupakan cara berfikir filsafat berkaitan dg segala sesuatu yg ada (bidang ontologi/metafisika).  Berfilsafat model ini akan merasa tak puas dg berbagai hal yg khusus (partikular), namun akan melihat dan memikirkan serta mengkaji segala sesuat secara holistik (keseluruhan), saling keterkaitan. Berbagai faktor dlm pendidikan serta posisinya dalam keseluruhan  sistem budaya, religiousness, serta bagai mana itu terkait dengan seluruh sistem kehidupan masyarakat, apakah itu koheren atau tidak. Mengapa pendidikan di indonesia berbeda dg di negara lain?   jawaban dibangun dlm kajian pemikiran keseluruhan, tentu tidak cukup dg hanya mengacu pd undang2, ketentuan semata, namun pada sistem nilai yang berlaku serta keseluruhan faktor yg ada di masyarakat dlm Suatu keseluruhan yg sistematis sistemik. Misalnya sistem pendidikan, persekolahan di suatu negara tak bisa serta merta ditiru dan diterapkan di negara lain, karena suatu sistem pendidikan merupakan suatu proses dinamis interaksi masyarakat dg berbagai faktor budaya, historis dan juga agama yg berlaku dlm masyarakat tersebut. Klw pendidikan di Finlandia, singapura dianggap bagus, bermutu, kemudian diimitasi di indonesia, hal itu dijamin gagal, karena yg terjadi di negara tersebut sesuai dg faktor2 masyarakatnya. Mencangkokkan pohon mangga ke pohon singkong dijamin tak akan berhasil, seberapa besar dana proyek untuk itu dikeluarkan.

Kenapa setiap masyarakat, setiap bangsa mengeluarkan pengorbanan tenaga dan dana besar untuk mengelola penddikan, bukankah itu akan berjalan alamiah melalui belajar dari pengalaman, dari perjalanan waktu yg dilaluinya. Dari sini timbul pertanyaan pokok yakni untuk apa pendidikan? Apakah untuk mempersiapkan hidup dan kehidupan penerus masyarakat di masa depan?, apakah pendidikan itu mempersiapkan hidup masa depan ataukah pendidikan itu adalah kehidupan itu sendiri?, apakah pendidikan itu suatu tujuan atau hanya sebagai alat mekanisme sosial untuk mencapai suatu tujuan?. Pertanyaan2 itu esensinya adalah terkait dg tujuan pendidikan, nilai nilai apa yg harus jadi tujuan pendidikan, apakah nilai kematangan hidup ataukah nilai pragmatis ekononomis, ataukah keduanya, dan bagaimana caranya, kalau itu sudah dipastikan apa yg harus diajarkan dlm proses pendidikan dan pembelajarannya, apakah ilmu2 empiris saja atau pengetahuan ttg nilai2 kebaikan mutlak yg berasal dari Tuhan, atau keduanya. Ini merupakan kajian ttg bagaimana pendidikan harus diarahkan, dijalankan, dan nilai apa yg harus dicapai oleh pendidikan, dan kajian tsb merupakan bagian dari kajian yg masuk dlm model yang ke 2) PRESCRIPTIVE PHILOSOPHY. Model filsafat ini mengkaji dan memikirkan apa yang seharusnya dilakukan terkait dg nilai nilai (Axiologi) yg baik dalam suatu masyarakat manusia. Nilai2 terkait dg etika (baik buruk) dan estetika (indah jelek) yang dalam konteks pendidikan tentu akan melihat apakah pendidikan yg dilakukan harus menjunjung nilai mutlak atau nilai kontekstual, Pendidikan itu harus membangun Manusia matang berakhlak karimah/berkarakter atau harus tunduk pada aspek ekonomis pragmatis seperti siap kerja, atau keduanya, tentu ini terkait pilihan dan itu perlu dirujuk pada nilai2 yg berkembang di masyarakat dan mendialogkannya dg norma norma etika mutlak…that is the main point of speculative philosophy.

Filsafat preskriptif memberikan fokus pa nilai-nilai Etika dan Estetika. Dalam psikologi terutama behavioristik, semua prilaku tidak bisa dikatakan baik atau buruk secara etika, prilaku hanya dilihat apa adanya, namun bagi pendidik  suatu prilaku bisa disebut baik atau buruk, dan disitulah pendidik berperan bagaimana yg baik diperkuat dan yg buruk ditekan dalam suatu proses pendidikan, pembelajaran. Itu merupakan kajian filsafat preskriptif yg berupaya mencari, menemukan dan merekomendasikan prinsip untuk menentukan apakah suatu tindakan itu baik, bermanfaat, serta apa ukurannya untuk itu, serta kenapa hal tersebut harus dilakukan. Belakangan ini psikologisme cukup berpengaruh dalam pemikiran di dunia Pendidikan, banyak ungkapan yg kurang memberi bobot nilai pada prilaku siswa misal: “pendidikan itu untuk menjadikan peserta didik jadi diri mereka sendiri”, “jadilah diri sendiri”, “learning to be”, aktualisasi diri’, “siswa itu tidak ada yg nakal”. Kalau hal ini tidak dicermati dg cerdas dan tepat akan mengganggu pada proses pendidikan yg tanpa tujuan baik dan bernilai. Jadi untuk apa pendidikan kalau siswa didorong untuk jadi dirinya sendiri. Kalau begitu diri yg mana, aspek mana yg harus diwujudkan, padahal pendidikan itu mendidik untuk mencapai tujuan tertentu yg bernilai sesuai nilai2 masyarakatnya. Klw ada siswa 20 lalu dididik menjadi dirinya sendiri maka ada 20 diri, lalu apakah itu menuju pada tujuan pendidikan misal di indonesia salah satu tujuannya manusia berimtak dan berakhlakul karimah, apa hanya karena menjadi diri sendiri akan dibiarkan meski tak sesuai tujuan tadi?. Tentu tidak, sebab tanpa proses pendidikan semua orang akan jadi dirinya sendiri, dan pendidikan merupakan upaya untuk menjadikan manusia yg dalam dirinya terkandung serta terarah dan berprilaku sesusi nilai nilai yg diyakini dan dikembangkan dlm masyarakat.

Model Filsafat yang ke tiga adalah 3) ANALITIC PHILOSOPHY. yaitu model  yg memfokuskan pada kata kata, istilah dan maknanya (words and meaning). Kajian, pemikirannya ditujukan untuk meneliti, mengkaji istilah2 guna memahami perbedaan makna dalam berbagai konteks yg berbeda. Misalnya dalam bidang pendidikan, makna “pendidikan”, “persamaan kesempatan memperoleh pendidikan”, “wajib belajar”, dsb. Intinya adalah bahwa penggunaan kata2, istilah tidak bisa sembarang sesuai makna yg mengucapkannya, kalau ini terjadi tentu pembicaraan, dialog, diskusi akan kacau balau karena masing2 beri makna sendiri, dan universalitas makna dari suatu kata atau istilah tak kan ada yg akan berimplikasi sulitnya ilmu pengetahuan berkembang. Kita tak bisa buat sendiri lambang kimia dari air meski anda maksudkan untuk air, demikian juga kita tak bisa menggunakan lambang kimia air untuk makna diluarnya.  Misalnya orang memandang atau berfikiran bahwa pendidikan itu membantu peserta didik menjadi dirinya sendiri “be yourself”, apa sebenarnya makna ungkapan kata2 tersebut. Apakah pendidikan itu membimbjng orang jadi individualis, apakah bermakna bahwa pendidikan itu tidak terkait dg kepentingan sosial masyarakat, lalu klw begitu apa makna dari pendidikan bagi peningkaran mutu hidup masyarakat?. Misalnya pejabat mengatakan bahwa “pendidikan dilakukan untuk melahirkan SDM yg beriman dan takwa, cerdas dan berdaya saing”. Apakah makna iman takwa yg dimaksudkannya? Apakah perolehan nilai pelajaran agama yg tinggi? Atau prilaku keimanan dan ketakwaan, klw ya apakah itu terserap pada pelaksanaan pendidikan formal, dan apakah itu dipandang penting, kalau penting kenapa tak jadi dasar kelulusan…kemudian cerdas apa maknanya, apakah hanya terkait dg kemampuan  menjawab soal yg sudah dipelajari materinya, atau kemampuan mengatasi masalah yg akan dihadapinya.. kalau berdaya saing apa maknanya, apakah dg rekan sendiri bersaingnya dlm suatu lingkungan.. ..atau dg orang lain dari bangsa lain, klw begitu apakah yg diperlukan dimasa depan itu benar kemampuan bersaing atau kemampuan bikin jejaring (kerjasama)..itu beberapa pertanyaan kritis ttg makna, namun sebenarnya akan terkait dg model filsafat sebelumnya, oleh karena itu dlm prakteknya ketiganya merupakan suatu kesatuan dari aktivitas filsafat..karna makna tentu ada asumsi filisofisnya serta asumsi kebenaran pengetahuan yg mendasarinya..itulah THREE IN ONE dalam model atau cara berfilsafat yg juga diterapkan dlm pendidikan jadilah FILSAFAT PENDIDIKAN.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ontologi Pendidikan

Pendidikan Hati

Ibnu Khaldun tentang Pendidikan